Sabiq bilkhairat, adalah golongan orang yang akan masuk jannah tanpa hisab, bagaimana dengan kita? Apa pula kreteria masuk surganya Allah (Jannah)
Di dunia ini tidak ada dua orang beriman yang memiliki derajat keimanan yang sama. Sejuta orang beriman, sejuta pula tingkat keimanan mereka. Namun demikian, hanya ada tiga cara, bagaimana mereka akan masuk jannah di hari akhir kelak.
Ketiga cara itu adalah: masuk jannah tanpa hisab, masuk jannah dengan hisab yang ringan, dan masuk Jannah dengan hisab yang berat. Masing-masing orang yang beriman dipersilakan memilih salah satunya, dan tidak ada sesuatu pun yang memaksa mereka untuk memilihnya.
Tidak juga Allah, karena Dia telah berfirman
إِنَّا هَدَيْنَٰهُ ٱلسَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (QS: al-Insan: 3)
ثُمَّ اَوۡرَثۡنَا الۡكِتٰبَ الَّذِيۡنَ اصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۚ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِهٖۚ وَمِنۡهُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَمِنۡهُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَيۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰهِؕ ذٰلِكَ هُوَ الۡفَضۡلُ الۡكَبِيۡرُؕ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS: Fathir: 32)
Ayat di atas juga menjelaskan bahwa mereka yang masuk jannah tanpa hisab disebut dengan sabiq bilkhairat, mereka yang masuk jannah dengan hisab yang ringan disebut muqtashid, dan mereka yang masuk jannah setelah hisab yang berat disebut linafsih.
Jumlah mereka yang masuk jannah tanpa hisab ini lebih sedikit dibandingkan mereka yang masuk jannah dengan hisab, baik yang ringan ataupun yang berat. Demikian Ibnu Katsir menyitir pendapat ulama dalam tafsir beliau.
Masuk jannah tanpa hisab
Sabiq bilkhairat, yang akan masuk jannah tanpa hisab, secara bahasa berarti orang yang bersegera menuju kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang aqidahnya lurus tiada tercampuri kemusyrikan.
Tentang mereka dan kemurnian tauhid mereka yang menjadi syarat utama. Imam Bukhari di dalam kitab shahihnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ bahwa beliau berkata:
عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ فَجَعَلَ النَّبِيُّ وَالنَّبِيَّانِ يَمُرُّونَ مَعَهُمْ الرَّهْطُ وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ حَتَّى رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ قُلْتُ مَا هَذَا ؟ أُمَّتِي هَذِهِ ؟ قِيلَ بَلْ هَذَا مُوسَى وَقَوْمُهُ ، قِيلَ انْظُرْ إِلَى الأُفُقِ فَإِذَا سَوَادٌ يَمْلأُ الأُفُقَ ثُمَّ قِيلَ لِي انْظُرْ هَا هُنَا وَهَا هُنَا فِي آفَاقِ السَّمَاءِ فَإِذَا سَوَادٌ قَدْ مَلأَ الأُفُقَ قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ثُمَّ دَخَلَ وَلَمْ يُبَيِّنْ لَهُمْ فَأَفَاضَ الْقَوْمُ وَقَالُوا نَحْنُ الَّذِينَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاتَّبَعْنَا رَسُولَهُ فَنَحْنُ هُمْ أَوْ أَوْلادُنَا الَّذِينَ وُلِدُوا فِي الإِسْلامِ فَإِنَّا وُلِدْنَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ ؟ فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ فَقَالَ : هُمْ الَّذِينَ لا يَسْتَرْقُونَ وَلا يَتَطَيَّرُونَ وَلا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ .. “. رواه البخاري 5270
“Ditampakkan beberapa umat kepadaku, maka ada seorang nabi atau dua orang nabi yang berjalan dengan diikuti oleh antara 3-9 orang. Ada pula seorang nabi yang tidak punya pengikut seorangpun, sampai ditampakkan kepadaku sejumlah besar. Aku pun bertanya apakah ini? Apakah ini ummatku? Maka ada yang menjawab: ‘Ini adalah Musa dan kaumnya,’ lalu dikatakan, ‘Perhatikanlah ke ufuk.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah besar manusia memenuhi ufuk kemudian dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke sana dan ke sana di ufuk langit.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah orang telah memenuhi ufuk. Ada yang berkata, ‘Inilah ummatmu, di antara mereka akan ada yang akan masuk surga tanpa hisab sejumlah 70.000 orang. Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa sallam masuk tanpa menjelaskan hal itu kepada para shahabat. Maka para shahabat pun membicarakan tentang 70.000 orang itu. Mereka berkata, ‘Kita orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya maka kitalah mereka itu atau anak-anak kita yang dilahirkan dalam Islam, sedangkan kita dilahirkan di masa jahiliyah.’ Maka sampailah hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, lalu beliau keluar dan berkata, ‘mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah (dimanterai), tidak meramal nasib dan tidak mita di-kai, dan hanya kepada Allah-lah mereka bertawakkal.” (HR: Bukhari 8270).
Ibnu Taimiyyah dalam Fatawa vol. VII menjelaskan bahwa mereka juga orang-orang yang melaksanakan semua kewajiban yang Allah bebankan dan menjauhi semua laranganNya. Selain itu, sisa waktu yang mereka miliki, mereka isi dengan amalan sunnah.
Bagaimana yang makruh? Jangankan yang makruh, untuk yang mubah pun mereka pilih-pilih demi menjaga diri dari terjerumus kepada yang haram.
Masuk jannah dengan hisab ringan
Muqtashid berarti orang yang sedang, tidak buruk dan tidak istimewa. Perbedaan mereka dengan sabiq bilkhairat pada amalan sunnah dan sikap mereka terhadap yang makruh dan yang mubah. Untuk semua kewajiban dan larangan, muqtashidmemenuhi aturan Allah sebagaimana mestinya, begitu pula dengan aqidahnya.
Tentang hisab yang akan mereka jalani Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ. قَالَتْ: قُلْتُ: أَلَيْسَ يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: {فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا}؟ قَالَ: ذَلِكِ الْعَرْضُ
“Barang siapa yang diperinci dan detail saat dihisab, niscaya dia akan diazab. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, ‘Bukankah Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya), ‘Maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah]?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Itu al-’ardh (yaitu dipampangkan amalan-amalan seorang hamba di hadapannya sehingga dia mengakuinya, kemudian Allah subhanahu wata’ala menutupi kesalahan-kesalahannya)’.” (Muttafaqun alaih, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha).
Masuk Jannah dengan hisab yang berat
Dzalim linafsih atau orang yang mendzalimi diri sendiri adalah orang yang tahu adanya kewajiban dan larangan, namun mereka sengaja melanggarnya, dan lalu ia meninggalkan dunia sebelum sempat bertaubat dari dosa itu (selain syirik dan kufur akbar). Lalu di akhirat, status mereka adalah tahtal masyiah (tergantung kepada kehendak Allah); jika Allah menghendaki bisa saja mereka langsung mendapatkan ampunan, dan jika Allah menghendaki lainnya, maka mereka mesti disucikan dulu di atas api neraka.
Dalam hal ini Allah berfirman,
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغۡفِرُ اَنۡ يُّشۡرَكَ بِهٖ وَيَغۡفِرُ مَا دُوۡنَ ذٰ لِكَ لِمَنۡ يَّشَآءُ ؕ وَمَنۡ يُّشۡرِكۡ بِاللّٰهِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلٰلًاۢ بَعِيۡدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS: an-Nisa: 116)
Kepastian masuknya dzalim linafsih ke dalam jannah dapat dilihat secara jelas dan tegas dari kandungan dua hadits berikut ini.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللهُ عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ ثُمَّ يَقُولُ اللهُ تَعَالَى أَخْرِجُوا مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَيُخْرَجُونَ مِنْهَا قَدِ اسْوَدُّوا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرِ الْحَيَا أَوِ الْحَيَاةِ شَكَّ مَالِكٌ فَيَنْبُتُونَ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِي جَانِبِ السَّيْلِ أَلَمْ تَرَ أَنَّهَا تَخْرُجُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً قَالَ وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا عَمْرٌو الْحَيَاةِ وَقَالَ خَرْدَلٍ مِنْ خَيْرٍ. [رواه البخاري: 21 ومسلم: 270]
“Artinya: “Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, dari Nabi ﷺ ia bersabda: Penghuni surga akan masuk surga dan penghuni neraka akan masuk neraka, kemudian Allah ta’ala memerintahkan: Keluarkan dari neraka orang-orang yang dalam hatinya ada iman seberat biji sawi. Maka dikeluarkanlah mereka dari neraka yang warna (badannya) benar-benar hitam, lalu dimasukkan ke dalam sungai hidup atau sungai kehidupan, lalu tumbuhlah mereka seperti biji yang tumbuh setelah air bah, adakah engkau tidak melihatnya, sesungguhnya ia keluar bewarna kuning yang melilit.” (HR: al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah ﷺ dalam hadits yang shahih, bersabda;
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ النَّارِ بَعْدَ مَا مَسَّهُمْ مِنْهَا سَفْعٌ فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ فَيُسَمِّيهِمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَهَنَّمِيِّينَ
“Akan keluar suatu kaum dari api neraka setelah mereka dibakar dalam api neraka, lalu merekapun masuk kedalam surga, maka penduduk surga menamainya sebagai Jahannamiyyun (mantan penduduk neraka jahannam).” (HR: Bukhari, hadis Anas bin Malik).
Sebenarnyalah jika saja seseorang melanggar aturan Allah lalu ia bertaubat dengan tulus (baca: taubat nashuha) maka paling kurang ia masuk kategori muqtashid, dan akan masuk jannah dengan hisab yang ringan. Bukankah Rasulullah pun beristighfar sesedikitnya 70 kali dalam sehari-semalam?
Penutup
Tentu saja faktor anugerah Allah dan keadilan-Nya berhubungan erat dengan ketiga cara masuk jannah ini. Jelas-jelas Rasulullah ﷺ bersabda;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ لَنْ يُنَجِّيَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ ( وَفِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ: لَمْ يُدْخِلْ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ). قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللهُ بِرَحْمَةٍ؛ سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاغْدُوا وَرُوحُوا وَشَيْءٌ مِنْ الدُّلْجَةِ وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوْا.
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: ”Tidaklah menyelamatkan seorang di antara kalian amal perbuatannya (dalam riwayat Muslim: Tidaklah memasukkan seseorang ke dalam surga amal perbuatannya). Mereka bertanya: ’Tidak pula engkau wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ’Tidak pula saya, hanya bahwa Allah telah mencurahkan kepadaku anugerah dan rahmat-Nya. Maka berlaku tepatlah kalian, mendekatlah, beribadahlah di waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam, beramallah yang pertengahan, yang pertengahan (tidak ekstrem), kalian pasti akan sampai.” (HR: Bukhari dan Muslim).
Akhirnya, termasuk kategori yang mana pun masing-masing kita menurut pandangan kita sendiri selayaknya menyimak atsar yang dicantumkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau terhadap ayat ke-32 dari Surat Fathir ini, supaya kita tidak tertimpa ‘ujub (bangga diri) atau ghurur (tertipu).
‘Uqbah bin Shahban al-Hanna`iy pernah bertanya kepada Ummul Mukminin, ‘Aisyah tentang siapakah yang dimaksud oleh Allah dalam Surat Fathir ayat 32. Ibunda ‘Aisyah menjawab, “Wahai anakku, mereka semua akan masuk jannah. Sabiq bilkhairat adalah mereka yang telah mendahului kita di masa Rasulullah dan beliau menjanjikan jannah bagi mereka. Muqtashid adalah para sahabat Nabi yang senantiasa meneladani beliau. Dzalim linafsih adalah orang-orang seperti diriku dan dirimu. “Wallahu a’lam.* (ar-risalah No.26)